WARISAN IMAN YANG KITA TINGGALKAN
Renungan Warta
11 Mei 2025
WARISAN IMAN YANG KITA TINGGALKAN
“... dan semua janda datang berdiri dekatnya dan sambil menangis mereka menunjukkan kepadanya semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup.”
Kisah Para Rasul 9: 39
Tabita, yang juga disebut Dorkas, adalah satu potongan kisah tokoh kecil dalam gereja mula-mula. Ia bukan seorang bergelimang harta. Ia bukan wanita berkuasa dan pandai berkata-kata. Ia hanya seorang wanita sederhana, dan kemampuan menjahit adalah satu-satunya kemampuan yang ia miliki. Inilah yang menarik, Allah menggoreskan pena cinta-Nya dalam hidup Dorkas. Kisahnya dalam Alkitab sangat singkat, bahkan baru tercatat tatkala ia meninggal dunia. Alkitab tidak menceritakan siapa dirinya, melainkan para janda yang ia layani.
Di Yope, banyak janda kehilangan suaminya dan mereka tidak memiliki masa depan yang jelas. Sementara itu, gereja mula-mula terbentuk dan mulai berkembang, sistem pelayanan kepada janda juga mungkin baru dibentuk. Sebagai seorang murid, Dorkas menyadari bahwa hidupnya dapat dipakai Tuhan, bahkan melalui kesederhanaan dan keterbatasan yang ia miliki. Allah mempercayakan sebuah tugas mulia bagi Dorkas: merangkul para janda dan melayani mereka dengan sepenuh hati. Hidup Dorkas dicurahkan untuk merangkul, memeluk, dan hidup bersama janda-janda. Tak heran, ketika ia meninggal, para janda begitu terpukul dan teramat kehilangan.
Sekalipun Dorkas mengalami mujizat kebangkitan (dan pada akhirnya di suatu masa meninggal kembali), satu hal yang kita renungkan: Dorkas meninggalkan warisan iman. Hidupnya telah menjadi bukti bahwa Tuhan itu baik, Tuhan telah menjadi segala-galanya bagi Dorkas. Tak kita ketahui ia pandai berkata-kata atau tidak, namun yang pasti Dorkas telah menjadi contoh bagi janda-janda bahwa hidup beriman, percaya, dan mengikut Kristus adalah sebuah keputusan yang tak pernah salah. Menyerahkan hidup dan masa depan kepada Allah adalah satu-satunya langkah yang benar.
Apakah kita juga sedang memumpuk, menabung, dan pada akhirnya menyiapkan warisan iman kepada anak, generasi penerus, dan sesama kita? Apakah pelayanan yang kita lakukan telah menorehkan kisah yang baik di antara mereka? Jika yang terjadi sebaliknya, Jika kenyataannya kita justru banyak berkonflik dengan sesama, kita perlu memohon pengampunan kepada Tuhan dan menyudahi semua yang buruk. Kiranya pertanyaan ini kita gumulkan dalam keheningan. Bukan supaya kita mendapat panggung kehormatan, nama yang dikenang sepanjang masa. Hanya satu tujuan kita, agar nama-Nya dimuliakan di seluruh bumi. Agar melalui pelayanan kita, banyak orang berjumpa dan semakin mencintai dengan Kristus. (Pnt. Bobby Widya Ardianto)