MERESPON PENGUTUSAN

  •  Kardiana Jumaini
  •  

RENUNGAN WARTA, 29 September 2024

BULAN MISI 2024 - SLIGHT OF LIGHT


Merespons Pengutusan

1 Petrus 3 : 13 -22

Bila kita bertanya, apakah mungkin ada orang asing yang mencintai Indonesia lebih dari warga negara Indonesia sendiri? Jawabannya ada. Salah satu orang asing itu adalah James Allan Yost dan istrinya, Joan. Jim, begitu dia biasa dipanggil dan Joan adalah orang Kristen warga negara Amerika yang terpanggil untuk melayani Tuhan sebagai seorang misionaris bagi suku Sawi yang berada di dataran rendah di bagian Selatan tanah Papua. Jim dan Joan datang ke Indonesia pada tahun 1977.

Jim Yost semula tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang misionaris bahkan tidak pernah terpikirkan juga olehnya bahwa dirinya akan pergi begitu jauh dari negeri kelahirannya hingga ke Papua. Awal mula perjalanan misi Jim adalah saat dia menjadi mahasiswa di salah satu seminari di California, Amerika Serikat. Jim Yost mulanya hanya ingin belajar Alkitab selama satu tahun dan ingin menjadi seorang gembala jemaat di California. Tetapi entah mengapa Jim justru terus belajar hingga melewati masa kuliah selama empat tahun. Pelajaran misiologi yang diajarkan oleh rektornya, mantan misionaris di Jamaika begitu menarik baginya. Wawasan Jim mengenai misi makin terbuka bekerja sama selama dua bulan dengan seorang gembala sidang di Oregon yang adalah juga seorang misionaris Thailand selama 30 tahun. Pengalaman itu membuat Jim Yost percaya bahwa Tuhan menaruh visi untuk bermisi.

Sebagai praktik pelayanan saat mendekati akhir masa perkuliahan, seluruh mahasiswa di seminari itu harus pergi ke luar negeri untuk bermisi dan Jim Yost dikirim ke Korea Selatan dan Jepang. Jim tinggal selama satu bulan di Korea Selatan dan satu bulan juga di Jepang. Saat berada di kota Kyoto, Jim berdoa semalam-malaman; dia berkata kepada Tuhan bahwa dia tidak suka tinggal di negeri asing, tidak suka dengan makanan yang terasa aneh, tidak bisa berkomunikasi dengan orang Jepang. Dia merasa tidak mampu dan tidak bisa menjadi seorang misionaris. Tetapi Tuhan menjawab doa Jim dengan tegas demikian: “Jim, engkau tidak bisa menjadi seorang misionaris, tetapi Aku bisa menjadikanmu seorang misionaris.” Sejak saat itu Jim sadar dan tidak mau bergantung pada kemampuan dan keinginannya sendiri. Dia yakin bahwa akan datang suatu hari nanti Tuhan akan membawanya keluar dari Amerika dan melayani di luar negeri. Jim berkata bahwa dia mau melakukan pelayanan di mana orang lain tidak mau melakukannya. “Di mana ada ladang pelayanan yang tidak diinginkan orang lain, aku akan masuk ke sana.”

Sekembalinya Jim dari Korea Selatan dan Jepang, Jim dan Joan kuliah lagi untuk belajar Linguistik (ilmu bahasa) dan Mitologi selama satu tahun di Fuller Seminary, LA, yang ternyata ini adalah cara Tuhan mempersiapkan mereka sebab Tuhan akan memakai mereka untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa suku-suku terasing di Papua. Sembari kuliah, Jim dan istrinya mulai bertanya-tanya kepada teman-temannya di mana ada suku yang belum diinjili dan belum ada kontak dengan dunia luar. Akhirnya setelah berdoa dan bergumul beberapa waktu, Tuhan taruhkan misi ke dalam hati Jim dan Joan. Mereka memutuskan untuk pergi sebagai misionaris bagi suku Sawi di pedalaman Papua. Karena itu Jim dan Joan membekali dan memperlengkapi diri dengan pengetahuan dan berbagai informasi tentang Papua sebagai persiapan mereka memasuki ladang pelayanan yang mereka tahu akan ada banyak tantangan dan rintangan di sana.

Jemaat terkasih, setiap orang percaya pastilah dipanggil untuk menjalankan perintah Tuhan yaitu untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Meskipun respons setiap kita terhadap perintah Tuhan tidaklah harus menjadi seorang misionaris seperti Jim Yost, tetapi Tuhan mau dan rindu setiap kita selalu siap sedia untuk menceritakan Firman Tuhan sebagai bentuk pertanggungjawaban iman kepada orang-orang yang belum percaya dengan cara yang lemah lembut dan hormat sebagai apapun pekerjaan kita saat ini dan di manapun Tuhan tempatkan kita. Seperti yang dikatakan dalam kitab 1 Petrus 3 : 15b-16a yang berbunyi : “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungjawaban kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungjawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”. 

Untuk itu setiap kita pun perlu memperlengkapi diri dengan pengetahuan iman yang baik dan benar. Dan seperti Jim dan keluarga yang melewati begitu banyak tantangan dan kesulitan bahkan berkali-kali nyawanya hampir terenggut karena perang suku juga menyakit malaria tetapi karena hati misi yang Tuhan berikan sudah melekat pada suku di pedalaman Papua, mereka tetap semangat dan dapat bertahan dalam memberitakan Injil. Kitapun di ajak dan diharapkan menjadi umat yang tahan uji terhadap berbagai hambatan dan tantangan dalam merespon pengutusan Tuhan untuk memberitakan Injil. Selamat meresponi panggilan dan pengutusan Tuhan bagi setiap kita. Tuhan Yesus beserta dengan kita. 


(Ibu Kardiana Jumaini)