HIDUP KARENA IMAN

  •  Sujud Swastoko
  •  


Ibrani 11:23-29

”Karena iman, mereka melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah kering, sedangkan orang-orang Mesir tenggelam, ketika mereka mencobanya juga.” (ay.28 – TB-2)

Saya masih terngiang dengan perkataan para petani ketika disurvei tentang penghasilan mereka dari usaha taninya. Saat itu, sekitar tahun 1987, sebagian besar petani yang disurvei adalah petani gurem, yaitu petani yang memiliki lahan sawah kurang dari seperempat hektare, dan ada yang menjadi buruh tani.

Dengan kalkulasi bisnis, sebenarnya usaha tani tersebut rugi. Biaya yang mereka keluarkan untuk membeli benih, pupuk, iuran irigasi, ongkos menanam padi, kadang lebih tinggi dari penjualan hasil panennya. Padahal tenaga mereka dan keluarganya tidak dihitung. Jadi bisa dikatakan, bertani saat itu merupakan bisnis yang merugi. 

Tetapi mengapa mereka masih bertahan? Jawaban mereka begini, “Saya hanya menjalani saja, semua rejeki Tuhan yang mengatur. Buktinya sampai sekarang kami tidak kelaparan dan anak-anak bisa sekolah.” Mereka memiliki iman percaya bahwa Tuhan yang mengatur semuanya dan mereka tidak akan terlantar. Dengan iman seperti itu, mereka bisa merasakan kedamaian hidup, menjalaninya dengan rasa syukur. 

Hal yang berbeda terjadi pada keturunannya. Anak-anak petani biasanya tidak mau menjadi petani, tetapi memilih menjadi pegawai yang dianggapnya memiliki kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak puas dengan kehidupan orangtuanya, dan harus mencari kehidupan yang lebih baik menurut dunia. Sehingga yang dikejar adalah kekayaan, kekuasaan, dan eksistensi diri. Sayangnya, banyak yang kemudian meninggalkan imannya kepada Tuhan dan terjebak dalam lingkaran dunia yang penuh dosa.

Dalam bacaan firman Tuhan hari ini, kita melihat iman orangtua Musa yang tunduk pada Allah dan tidak takut pada perintah Raja Firaun. Dia menyembunyikan bayi Musa selama tiga bulan, padahal raja Firaun telah memerintahkan kalau orang Ibrani melahirkan anak laki-laki, maka anak tersebut harus dibunuh. Orangtua Musa lebih percaya kepada Allah, sehingga Musa tidak dibunuh, bahkan kemudian diangkat anak oleh putri Firaun.

Iman yang dimiliki orangtuanya ini juga ditiru Musa. Saat dewasa, Musa menolak disebut anak putri Firaun. Dia memiliki iman percaya kepada Allah nenek moyangnya dan tidak mau meninggalkan garis keturunan tersebut. Dia lebih suka menderita sengsara sebagai umat Allah walaupun sebenarnya dia bisa hidup enak dan mewah di istana Firaun.

Saat Musa dipanggil Tuhan untuk memimpin orang-orang Israel keluar dari Mesir, dia juga mengandalkan Allah. Dia tunduk dan setia pada perintah Tuhan sehingga berhasil membawa orang-orang Israel keluar dari tanah perbudakan, bahkan Allah menyatakan mujizat-Nya untuk menyelamatkan orang-orang Israel, termasuk saat menyeberang Laut Merah yang membinasakan tentara Firaun.

Bagaimana dengan Saudara dan saya? Kalau kita telah menyatakan iman di dalam Yesus Kristus, Sang Juruselamat, maka iman tersebut harus diwujudkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Kita harus membuktikan kesetiaan dan ketaatan kita dengan melakukan kebenaran firman Tuhan. Keteladanan Tuhan Yesus, Sang Firman yang menjadi manusia itu, menjadi contoh bagi orang percaya, bagaimana menjalani kehidupan ini, yaitu hidup dalam damai dan kasih yang tulus.

Marilah kita menjalani kehidupan ini dengan rasa syukur dan kerendahan hati,  hidup dalam kasih yang tulus, seperti Kristus mengasihi manusia. Kiranya Tuhan menolong kita. Amin.

Pokok Doa
1. Kehidupan hamba-hamba Tuhan di daerah-daerah terpencil.
2. Kegiatan Bulan Misi yang masih terus berlangsung. 
3. Kehidupan para pelayan Tuhan dan aktivis di GKI Coyudan, bisa menjadi teladan.
 
Sujud Swastoko