ALLAH YANG TIDAK BISA DIDIKTE

  •  Bobby Widya Ardianto
  •  

<!-- [if !mso]-->

<!--[endif]--> MARKUS 8: 33

“Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus,

kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,

melainkan apa yang dipikirkan manusia."

 

Hari itu, suasana hati Petrus sedang dalam keadaan baik. Beberapa hari ini ia kerap menemui mujizat dan selalu mendengar pengajaran yang kuat dalam perjalanannya bersama Yesus dan rekan-rekan murid lainnya. Di tengah perjalanan, Yesus bertanya kepada mereka tentang siapa sebenarnya diri-Nya. Ketika murid-murid lain menjawab dengan ragu, Petrus dengan penuh keyakinan iman menjawab bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah ribuan tahun silam. Petrus tahu, pria di hadapan-Nya ini bukanlah pribadi biasa. Ia lebih dari pengajar lainnya. Petrus yakin betul, bahwa Yesus adalah Mesias yang sebenarnya, bukan palsu.

Suasana hati itu berubah seketika ketika Yesus mulai mengajar bahwa diri-Nya harus menanggung penderitaan, mengalami kematian yang keji, namun bangkit di hari ketiga. Mendengar Bagi Petrus, Yesus tidak boleh menderita. Ia bereaksi keras dengan menarik Yesus, bahkan berani menegur-Nya. Respons Yesus sungguh di luar dugaan bagi Petrus. Alih-alih menuruti perkataan Petrus, Yesus menegur keras dirinya di hadapan murid-murid lainnya, “Enyalah iblis …”. Hati Petrus hancur lebur mendengar perkataan itu. Ini seperti tamparan yang sangat keras mendarat di pipinya.

Mengapa Yesus seperti menyamakan tindakan Petrus dengan tindakan iblis? Beberapa penafsir melihat bahwa teguran Yesus kepada Petrus dengan kata "Iblis" merupakan penyamaan tindakan Petrus dengan tindakan Iblis sebagai penggoda. Petrus dinilai persis sama dengan tindakan si penggoda - seperti pada waktu Yesus dicobai di padang gurun - yang berupaya mengalihkan perhatian Yesus dari salib yang merupakan tujuan misi-Nya di dunia.

Jadi, tindakan Petrus yang bertentangan dengan kehendak Allah inilah yang ditegur Yesus. Yesus tidak sedang membenci Petrus. Justru karena kasih-Nya, Ia tidak ingin Petrus gagal memahami rencana agung Sang Bapa kepada Sang Putra.

Dari kisah Petrus, kita belajar beberapa hal:

  1. Kita perlu terus merendah di hadapan Allah karena pengenalan kita akan Dia sungguh sangat terbatas. Sekian tahun mengikut Yesus, kita masih perlu berjuang mengenal Dia yang tak terbatas.
  2. Allah lah yang mengendalikan kita, bukan kita yang “mengendalikan” Allah. Allah tak bisa dikontrol oleh serangkaian daftar doa dan permohonan. Allah tak bisa didikte melalui pekikan janji iman.

Di Pra Paska kedua, Allah sedang menunjukkan siapa diri-Nya dan siapa kita. Ia ingin agar kita belajar mengosongkan diri, membiarkan Allah sepenuhnya bekerja dengan leluasa dalam hidup kita. Allah tidak bisa didikte. Oleh karena itu, Ia akan mengajar, menegur, bahkan meremukkan segala keakuan dan kesombongan kita, digantikan dengan hidup yang senantiasa taat dan mengabdi kepada-Nya. Kiranya di masa Pra Paska, kita semakin dimampukan untuk mengosongkan diri, digantikan oleh kehendak dan kasih-Nya yang memenuhi hidup kita.

 

(Pnt. Bobby Widya A.